Oleh Sukarti, S.Pd., M.Pd.
Akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan beberapa peristiwa yang mencoreng dunia pendidikan. Sebut saja video yang sedang viral tentang seorang siswa yang membuat kita miris atas sikapnya terhadap seorang guru yang menanyainya. Di video tersebut terlihat betapa anak ini jauh dari sikap sopan, baik dari gesture maupun bahasanya ketika menjawab petanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Ibu Gurunya. Setelah ditelusuri, peristiwa yang terjadi setahun yang lalu tersebut terjadi di salah satu SMP yang ada di Pasuruan, Jawa Timur. Kasus berikutnya, yang sudah menjadi kasus nasional,yaitu peristiwa yang menimpa Ibu Guru Supriyani, seorang guru honorer di daerah Konawe Selatan. Beliau dilaporkan kepada pihak berwajib oleh orang tua siswa dengan dugaan penganiayaan.
Undang-undang yang ditujukan untuk perlindungan guru dan dosen yaitu Undang-Undang Guru dan Dosen atau UU Nomor 14 Tahun 2005 sebetulnya sudah lama disahkan oleh pemerintah. Dalam menjalankan tugasnya, guru dan dosen sudah mendapatkan perlindungan tepatnya yang tertuang dalam UU Guru dan Dosen Pasal 39. Meskipun demikian, beberapa kasus yang melibatkan guru dalam rangka mendisiplinkan siswanya tetap saja menjadi dilema karena ada beberapa guru yang dihadapkan ke meja hijau. Hal inilah yang membuat sebagian dari “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” tersebut merasa enggan untuk memberikan kepedulian yang lebih dalam hal mendisiplinkan para peserta didiknya.
Adab atau karakter peserta didik tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru di sekolah. Mengacu pada Tri Pusat Pendidikan yang disampaikan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, pendididikan seorang anak menjadi tanggung jawab tiga pilar atau tiga lingkungan utama, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hal ini dimaksudkan bahwa tiga lingkungan tersebut harus bersinergi untuk membentuk karakter atau mendidik seorang anak. Lingkungan keluarga menjadi pilar utama dan pertama dalam membentuk karakter anak. Pendidikan tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab pendidik (sekolah) saja, tetapi harus didukung oleh lingkungan sekitar di mana peserta didik itu berada atau tinggal.
Lingkungan Keluarga
Keluarga menjadi tempat seorang anak mendapatkan pendidikan utama dan pertama dalam kehidupannya. Anak adalah gambaran orang tua. Jika yang ditorehkan bagus, akan bagus pula karakter anak ke depannya. Pembentukan kepribadian, karakter yang baik, dan kemandirian menjadi tanggung jawab keluarga. Menurut Ki Hajar Dewantara, alam keluarga menjadi tempat sebaik-baiknya dalam pendidikan individu dan sosial seorang anak. Lingkungan keluarga merupakan tempat yang lebih sempurna dalam sifat dan wujudnya dibandingkan dengan dua lingkungan lainnya (sekolah dan masyarakat) dalam pendidikan kecerdasan budi pekerti. Untuk itu, peran orang tua sangat perpengaruh dalam mendidik anak.
Pendidikan keluarga menjadi pendidikan pertama dan utama dalam membentuk generasi bangsa yang beriman dan bertakwa (Nazarudin: 2019:84). Di dalam lingkungan keluargalah mental seseorang akan terbentuk, menjadi baik atau buruk. Hal ini karena keluarga menjadi tempat pertama kali seorang anak berinteraksi sejak dia dilahirkan. Keluarga menjadi tempat pertama kali seorang anak mendapatkan bimbingan, arahan, dan pelajaran hidup. Pendidikan akhlak oleh orang tua harus ditanamkan sejak dini agar tertanam kuat dalam jiwa anak.
Orang tua memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan spiritual dan moral anak. Hal itu sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim). Orang tua harus mendidik anak-anak mereka dengan nilai-nilai Islam. Salah satu tugas utama orang tua adalah menanamkan akidah yang benar, mengenalkan anak pada Allah Swt., dan mengajarkan mereka untuk beribadah sejak dini. Selain itu, orang tua juga harus mengajarkan akhlak yang baik, seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, sabar, dan peduli terhadap sesama.
Sikap bertanggung jawab dan mandiri harus ditanamkan pada anak. Pendidikan yang baik akan membantu mereka dalam mengambil keputusan dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Mereka harus paham atas semua konsekuensi yang mereka lakukan dan tidak bergantung pada orang lain (orang tua atau anggota keluarga yang lain). Dengan demikian, mereka akan lebih berhati-hati dalam bertindak agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Salah satu peran orang tua dalam hal mendisiplinkan anak di sekolah adalah dengan mendukung semua program dan tata tertib yang ditetapkan oleh pihak sekolah. Tata tertib disusun salah satunya bertujuan untuk membuat kehidupan di sekolah menjadi nyaman, lebih tertib, dan mendisiplinkan warga sekolah. Jika ada masalah atau info yang kurang pas, seharusnya orang tua melakukan tabayun atau minta penjelasan terlebih dahulu ke pihak sekolah. Dengan demikian kesalahpahaman bisa diminimalisasi bahkan bisa dihindari.
Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah menjadi lingkungan yang tidak kalah pentingnya dalam membentuk karakter atau pribadi anak. Lingkungan sekolah yang menyenangkan dapat menghindarkan warganya dari tindak kekerasan (bullying). Rasa saling menghargai, menghormati, dan menyayangi menjadi kunci dalam membangun karakter serta kualitas suatu sekolah. Dengan lingkungan sekolah yang berkualitas, diharapkan tujuan pendidikan nasional yang tertuang di dalam pasal 3 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu “mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” dapat segera terwujud.
Berbicara tentang sekolah tidak bisa lepas dari peran guru. Guru menjadi ujung tombak tujuan pendidikan nasional. Guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja, tetapi seorang guru juga harus menanamkan norma-norma yang ada di masyarakat dan norma agama kepada peserta didiknya. Pendidikan karakter di sekolah menjadi tanggung jawab sekolah (guru). Untuk itu, guru harus mampu berkolaborasi atau bekerja sama dengan orang tua dan masyarakat dalam rangka mendidik siswanya dalam hal pendidikan karakter. Dengan kerja sama yang baik diharapkan bisa memperkuat fondasi pendidikan nasional yang pada akhirnya mampu membentuk budi pekerti yang luhur. Dengan budi pekerti yang baik, tujuan membentuk generasi islami dan berakhlakul karimah bisa terwujud.
Di tengah gempuran perkembangan teknologi dan media sosial saat ini, guru tidak hanya harus berkompeten di bidang akademik saja, tetapi harus mampu memotivasi, menginspirasi, dan berinovasi. Dalam hal pendidikan karakter, guru berperan sebagai motivator, pembimbing, teladan, dan inspirator bagi siswanya. Guru setiap saat harus memotivasi peserta didiknya agar menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya. Guru harus mampu menginspirasi dan menempatkan dirinya agar layak dijadikan teladan oleh peserta didiknya. Ada peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Hal ini bermakna apa pun yang dilakukan guru akan ditiru mentah-mentah oleh muridnya. Dalam istilah Jawa, sosok guru adalah orang yang digugu lan ditiru.
Dalam Islam, guru bertanggung jawab terhadap penanaman moral dan nilai-nilai spiritual pada peserta didiknya di samping menyampaikan ilmu pengetahuan. Guru memiliki tugas untuk membimbing peserta didiknya dalam memahami nilai-nilai akhlak mulia seperti jujur, amanah, kasih sayang, dan tolong-menolong. Dengan membentuk akhlak mulia, guru membantu mereka untuk menjadi individu yang bertanggung jawab, peduli terhadap sesama, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan. Selain itu, sikap tenggang rasa, kesabaran, dan pengendalian diri dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan juga harus ditanamkan pada peserta didik.
Lingkungan Masyarakat
Ada dua faktor yang berpengaruh dalam kehidupan manusia, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar manusia tersebut. Salah satu faktor dari luar yang dimaksud adalah faktor lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini sesuai dengan arti lingkungan yang ada di dalam KBBI, yaitu semua yang memengaruhi pertumbuhan manusia dan hewan (2018: 992). Sedangkan masyarakat berarti sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (KBBI: 2018: 1056). Lingkungan masyarakat adalah sekelompok orang yang melakukan interaksi sosial dengan anggota masyarakat lainnya dan saling memengaruhi satu sama lain.
Lingkungan masyarakat merupakan wadah untuk berinteraksi dengan orang lain serta membentuk pribadi dan memengaruhi perilaku orang lain. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku atau karakter seseorang. Seseorang yang tinggal di lingkungan yang baik, cenderung berperilaku baik pula. Demikian sebaliknya, jika seseorang yang tinggal di lingkungan tidak baik akan berpengaruh terhadap tingkah laku orang tersebut yang pada akhirnya akan berperilaku tidak baik pula. Lingkungan bisa mengubah cara pandang dan kebiasaan seseorang, bahkan yang sudah ditanamkan sejak dini. Untuk itu, memilih lingkungan yang baik sangat penting bagi perkembangan dan kepribadian seseorang.
Dengan kebiasaan baik berdasarkan nilai-nilai islami yang ditanamkan sejak dini dari rumah, ditambah dengan pembiasaan-pembiasaan baik di sekolah, serta didukung oleh lingkungan tempat tinggal yang baik akan membentuk pribadi-pribadi yang berkarakter, pribadi yang berakhakul karimah. Dengan kolaborasi yang baik antara orang tua, sekolah, dan masyarakat dalam menanamkan akhlak mulia dan nilai-nilai islami akan membantu membentuk generasi muda, generasi penerus bangsa, menjadi pribadi-pribadi muslim yang baik dan berkarakter. Dengan demikian, generasi islami yang cerdas, Generasi Emas yang kita idam-idamkan bisa terwujud. (*)
Sukarti, M.Pd. adalah guru Bahasa Indonesia di MTsN 2 Kota Kediri, Anggota Pergumapi
Thanks for reading Bersinergi Menyiapkan Generasi Islami | Tags: Esai
Next Post »
setuju Bu Guru
BalasHapusThat's right ...
BalasHapusSemua harus kompak dalam membentuk karakter anak., orang tua di rumah dan sekolah harus seirama ..
Dan didukung dengan lingkungan yang sehat