Kemajuan teknologi informasi. Gambar: NU.or.id |
Intan Irawati
Anggota Perkumpulan Guru Madrasah Penulis
Pergumapi.or.id--Siapa menyangka bahwa sebuah mahluk kecil berukuran nanometer bisa mengubah dunia dengan sangat cepat. Perubahan ini berawal pada akhir tahun lalu, tepatnya Desember 2019. Di kota Wuhan, China dikabarkan tersebar penyakit yang mengakibatkan kematian. Penyakit ini dikenal dengan COVID-19 atau Corona Virus Desease 2019. Empat bulan berlalu sejak virus corona jenis baru pertama kali diidentifikasi dan hampir seluruh negara di dunia telah melaporkan adanya kasus virus corona di negaranya. Perkembangan jumlah kasus baru, kasus kematian, dan pasien sembuh masih terus bertambah setiap harinya. Melansir data pada laman Worldometer, Selasa (5/5/2020) pagi, jumlah kasus infeksi Covid-19 yang telah dikonfirmasi di dunia adalah sebanyak 3,6 juta kasus.
Salah satu yang mengalami dampak serius karena pandemik ini adalah institusi pendidikan. Berbagai agenda pendidikan nasional mengalami perubahan. Proses pembelajaran terpaksa di lakukan secara jarak jauh, Ujian Nasional ditiadakan, dan murid yang praktik di industri juga ditarik. Pandemi Covid-19 membuat murid dan guru tak bisa bertatap muka secara langsung. Walaupun demikian, proses pembelajaran harus tetap berjalan. Bahkan Menteri Pendidikan menekankan bahwa belajar dari rumah melalui pembelajaran daring dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi murid.
Keputusan pemerintah menerapkan belajar dari rumah di wilayah terdampak virus Covid-19 bukanlah hal mudah diterapkan di Indonesia. Pandemi Covid-19 telah menggeser pola pembelajaran konvensional menjadi modern. Kondisi demikian mengejutkan banyak pihak sekaligus menimbulkan kegagapan. Semua orang tidak siap. Sekolah, guru, anak, orangtua, Dinas, dan kementrian semua kaget dan berusaha beradaptasi. Memang segala sesuatu yang baru akan membuat kita terpaksa beradaptasi, bukan?.
Proses adaptasi ini menimbulkan berbagai problem bagi guru, orang tua dan murid itu sendiri. Contoh paling sederhana adalah menggunakan fasilitas grup Whatsapp dalam perangkat telepon pintar. Para guru memberikan tugas kepada para siswa melalui grup Whatsapp guru dan orangtua atau grup kelas masing-masing. Jika ingin mengadakan tatap muka virtual bisa memanfaatkan aplikasi Google Classroom atau Zoom atau media lain. Dengan fitur ini, guru juga bisa memantau kehadiran dan keaktifan siswa. Demikian pula para siswa bisa berdiskusi dengan guru dan siswa lain di dalam kelas tersebut.
Wabah ini memaksa kita untuk mempelajari keterampilan digital. Guru-guru yang merupakan digital immigrants memerlukan waktu untuk mengoperasikan aplikasi teknologi untuk pembelajaran. Mereka ‘terpaksa’ belajar untuk home learning ini. Murid pun yang semula hanya menggunakan gawainya untuk main games, kini harus menggunakannya untuk belajar. Meskipun mereka adalah digital natives dan sudah terbiasa dengan teknologi, namun selama ini mereka lebih banyak belajar secara tatap muka daripada daring. Bahkan sebenarnya yang tidak kalah repot adalah orang tua. Mereka harus menemani anak-anaknya belajar di rumah sepanjang hari. Apalagi jika anak mereka masih dibangku SD, maka peran orang tua sangat besar dalam mendukung dan mendampingi anak belajar. Sedikit banyak, orang tua jadi turut merasakan suka dukanya membelajarkan anak di berbagai mata pelajaran. Orangtua juga bertambah bebannya karena harus menjadi guru di rumah, mengajari membuat tugas-tugas, dan selalu memonitor. Bisa dibayangkan jika anak lebih dari satu dan masih perlu pendampingan dalam mengerjakan tugas. Belum lagi harus menyiapkan makanan dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Momen belajar dari rumah ini menjadi waktu yang tepat bagi orang tua untuk lebih memahami dan membantu tantangan belajar anak-anak mereka. Yang lebih penting lagi ada lebih banyak waktu berkumpul dengan keluarga dan mendekatkan hubungan emosional antara orangtua dan anak.
Walaupun dilakukan secara daring, diharapkan home learning dapat memberi pengalaman bermakna karena lebih berfokus pada murid. Mendikbud menyarankan para guru untuk kreatif dalam memberikan materi, sehingga murid tak hanya mengerjakan tugas akademis, melainkan juga melakukan kegiatan menyenangkan. Kegiatan ini dilakukan agar keinginan belajar para murid tetap tinggi. Beliau juga mengingatkan agar guru fokus kepada yang terpenting. Karena pembelajaran di masa darurat ini tidak ada keharusan untuk mengejar ketuntasan kurikulum.
Kemajuan teknologi tetap tak akan bisa mengubah peran guru. Pembelajaran di kelas dimana guru dan murid bertemu, tetap tak akan tergantikan dengan internet. Karena di ruang kelas itulah, karakter-karakter murid dibentuk dengan bimbingan guru. Akan tetapi sebaliknya guru yang tidak menggunakan teknologi akan segera tergantikan, cepat atau lambat.
“The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn.” Alvin Toffler. (*)
Catatan:
Tulisan ini disertakan dalam Lomba Artikel Pergumapi 2020. Panitia tidak melakukan penyuntingan, isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Thanks for reading Belajar Tanpa Batas di Era Pandemi | Tags: Artikel Lomba artikel 2020
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »
Setuju, guru dan teknologi harus saling melengkapi.
BalasHapusNegara hrs menjamin kesejahteraan ekonomi keluarga selama mendampingi anak belajar dr rmh trmasuk pengurangan biaya SPP bagi yg bersekolah di swasta, belum lagi bagi anak yg pny masalah belajar jgn smpai malah menimbulkan tekanan
BalasHapusSetuju bu...semoga masa pandemi ini cepat selesai, sehingga anak anak dapat bertatap muka lagi dengan bpk ibu guru dan teman teman.
BalasHapus