Elfa Tsuroyya
Anggota Perkumpulan Guru Madrasah Penulis
Pergumapi.or.id--Kebijakan pemerintah memberlakukan Work From Home (WFH) dan Learn at Home sebagai salah satu upaya memutus mata rantai penularan Covid-19 di Indonesia sudah berjalan lebih dari lima pekan. Selama lima pekan pula kita mengalamai sesuatu yang berbeda dari biasanya. Aktifitas bekerja dan belajar yang biasanya dilakukan di luar rumah, berpindah ke rumah. Kita dipaksa untuk melakukan sesuatu yang sebelumnya jarang atau bahkan tidak pernah kita lakukan, yaitu bekerja dari rumah dan belajar di rumah. Siapa saja yang terdampak harus beradaptasi dengan cepat agar kehidupan berjalan dengan “normal”.
Dalam dunia Pendidikan, bekerja dari rumah sering diartikan sebagai guru yang mengerjakan pekerjaannya dari rumah, sementara belajar di rumah sering diartikan sebagai siswa yang melakukan aktifitas belajar di rumah. Tetapi dalam kenyataannya, Work From Home (WFH) sekarang ini justru menjadi moment “belajar” bagi guru dan menjadi sarana “bekerja” bagi siswa, mengapa demikian?
WFH dalam era digitalisasi sekarang ini menuntut ketrampilan para guru dalam menciptakan pembelajaran berbasis digital yang menarik dan menyenangkan. Tak ayal hal ini menuntut para guru untuk “belajar” dan menggali informasi lebih banyak lagi tentang bahan ajar, media belajar dan lainnya agar tercapai tujuan di atas. Disebutkan di www.kompas.com yang bersumber dari Dinas Pendidikan menyebutkan bahwa salah satu tugas guru selama WFH adalah menentukan media belajar yang sesuai dengan kondisi siswa agar belajar di rumah berjalan secara efektif. Salah satu langkahnya, guru mengunggah media pembelajaran berupa tutorial, video, modul, LKS dan lainnya dengan menggunakan media WhatsApp, email, Google Classroom, video dan lainnya.
Guru harus melakukan evaluasi dan memastikan semua siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik sampai mendapatkan umpan balik hasil pembelajaran. Semua dilakukan oleh guru dengan sarana online yang tentu saja belum semua familiar dengan media-media tersebut. Inilah yang saya sebut WFH menjadi sarana “belajar” bagi guru. Belajar mengoperasikan computer dengan benar, belajar membuat media pembelajaran online, belajar mengoperasikan Handphone sebagai sarana mengajar online, belajar membuat modul kemudian mengupload, belajar menggunakan aplikasi pembelajaran online dan belajar hal baru lainnya. Maka tidak heran muncul banyak meme di medsos tentang bagaimana guru lebih memilih bertatap muka di kelas dari pada pembelajaran online.
Sebaliknya Learn at Home bagi siswa menjadi sarana bekerja, siswa yang selama ini lebih banyak bertatap muka dengan guru di kelas dituntut untuk bekerja menyelesaikan tugas bapak ibu guru yang jumlahnya tidak sedikit. Hampir semua guru dalam pembelajaran daring memberikan tugas untuk dikerjakan para siswa. Minimnya edukasi tentang WFH menjadikan Learn at Home justru menjadi sarana memberikan pekerjaan rumah kepada siswa. Banyaknya pekerjaan rumah memberikan dampak psikologis bukan hanya kepada siswa tetapi juga kepada orang tua, terutama pada jenjang pendidikan dasar. Keterbatasan orang tua yang tidak bisa mendampingi belajar anaknya memunculkan problem tersendiri, kekesalan yang terpendam karena tugas seakan tak berujung. Tidak mengherankan jika banyak beredar video dan juga percakapan orang tua dengan guru tentang repotnya menemani anak Learn at Home.
Dalam pelaksanaan WFH dan Learn at Home mungkin tidak seideal yang kita harapkan, tetapi dalam kondisi pandemic seperti sekarang ini, hal itulah yang paling mungkin kita lakukan agar dapat memutus mata rantai penularan Covid-19. Untuk menghindari kejumudan guru dalam pelaksanaan pembelajaran daring, guru dapat menggunakan prinsip implementasi Kurikulum 2013 yang tertuang dalam permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses menggunakan 3 model pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk prilaku saintifik, sosial serta mengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model tersebut adalah; Discovery Learning (Pembelajaran Melalui Penemuan), Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) dan terakhir adalah Project Based Learning/PJBL (Pembelajaran Perbasis Proyek).
Guru dapat berkolaborasi dengan guru mata pelajaran lain untuk menggunakan model pembelajaran tersebut, misalnya menggunakan model PJBL. Karaktertistik PJBL adalah melatih kemampuan berpikir kreatif siswa dengan melibatkan guru, orang tua bahkan masyarakat. Disamping itu PJBL menuntut penyelasaian tugas dilakukan secara mandiri dimulai dari tahapan perencanaan, penyusunan hingga pemaparan hasil penemuan. Misalnya sebuah tema dimunculkan dalam model PJBL yaitu fenomena Covid-19, mata pelajaran IPA memberikan proyek bagaiamana Covid-19 menjangkiti manusia, mata pelajaran Agama memberikan proyek bagaimana cara beribadah pada masa pandemic, sementara mata pelajaran IPS memberikan proyek bagaimana sejarah Covid-19 menjadi sebuah pandemic. Siswa mengerjakan satu tema tetapi sudah menyelesaikan tiga proyek mata pelajaran. Tentu saja masih banyak tema lain yang dapat diangkat, dengan sinergi guru dalam memberikan proyek kepada siswa menjadikan sebuah tugas bukan lagi pekerjaan yang membebani siswa tetapi menjadi aktifitas rekreatif. (*)
Catatan:
Tulisan ini disertakan dalam Lomba Artikel Pergumapi 2020. Panitia tidak melakukan penyuntingan, isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Thanks for reading Bekerja atau Belajar? | Tags: Artikel Lomba artikel 2020
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »
Mantaab. .
BalasHapusKata kuncinya berkolaborasi dan kerja sama yang baik ya. Mantab.
BalasHapus