Alfiah Nurul Aini
Guru dan anggota Pergumapi
Aku hanyalah selembar daun cabe puya yang melayang semakin rendah
saat angin kencang menyapa
gemerisik daun terhempas ke tanah
terlepas setelah menunaikan tugasnya, pucuk kan lanjutkan kisah
hadirkan serak tak berarti, semua terasa tiada makna
“Untuk apa aku hadir di sini?” kataku
“Kau bakal pijarkan lentera itu.”
Entahlah, semua masih menjadi misteri
seperti kuning semerbak bunga cabe puya
Bukan kelam yang diharapkan atau jelaga yang tergores di kening
Bukan lentera semakin redup, hanya ingin adaku memberi makna
Ada langkah tinggalkan jejak, menerangi masa ke masa
Tanggal sembilan belas tahun itu
Angin berdesir bisikkan kabar hadirnya seribu cahaya mata
“Hari-hari esok akan selalu hadir pelangi. Tak bermusim. Tidak seperti bungaku yang hadir kala musimnya. Senyumnya tiada redup meski awan mengintipnya.
Cahayanya menyibakkan keangkuhan malam,” bisiknya
Tanggal sembilan belas tahun itu
Tak berharap putiknya gugur, mengembang dalam balutan angin dan sapa mentari
Bukalah satu per satu untuk hadirkan makna dari setiap larik huruf dan kata
Tiga kata kan lukis warna hidup
Hadirnya aku: seribu cahaya mata
Wanita kelahiran Blitar, 19 Mei 1971 ini sedang getol-getolnya belajar menulis. Puisi, cerpen, dan artikel menjadi garapannya. Alfiah Nurul Aini, nama pemberian orang tuanya. Terselip doa dari mereka, akan menjadi Seribu Cahaya Mata untuk orang lain. Penulis dapat dihubungi di alfiahnurulaini1971@gmail.com.
Guru dan anggota Pergumapi
Aku hanyalah selembar daun cabe puya yang melayang semakin rendah
saat angin kencang menyapa
gemerisik daun terhempas ke tanah
terlepas setelah menunaikan tugasnya, pucuk kan lanjutkan kisah
hadirkan serak tak berarti, semua terasa tiada makna
“Untuk apa aku hadir di sini?” kataku
“Kau bakal pijarkan lentera itu.”
Entahlah, semua masih menjadi misteri
seperti kuning semerbak bunga cabe puya
Bukan kelam yang diharapkan atau jelaga yang tergores di kening
Bukan lentera semakin redup, hanya ingin adaku memberi makna
Ada langkah tinggalkan jejak, menerangi masa ke masa
Tanggal sembilan belas tahun itu
Angin berdesir bisikkan kabar hadirnya seribu cahaya mata
“Hari-hari esok akan selalu hadir pelangi. Tak bermusim. Tidak seperti bungaku yang hadir kala musimnya. Senyumnya tiada redup meski awan mengintipnya.
Cahayanya menyibakkan keangkuhan malam,” bisiknya
Tanggal sembilan belas tahun itu
Tak berharap putiknya gugur, mengembang dalam balutan angin dan sapa mentari
Bukalah satu per satu untuk hadirkan makna dari setiap larik huruf dan kata
Tiga kata kan lukis warna hidup
Hadirnya aku: seribu cahaya mata
Wanita kelahiran Blitar, 19 Mei 1971 ini sedang getol-getolnya belajar menulis. Puisi, cerpen, dan artikel menjadi garapannya. Alfiah Nurul Aini, nama pemberian orang tuanya. Terselip doa dari mereka, akan menjadi Seribu Cahaya Mata untuk orang lain. Penulis dapat dihubungi di alfiahnurulaini1971@gmail.com.
Thanks for reading Puisi: Hadirkan Seribu Cahaya Mata | Tags: Puisi Sastra
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »
0 komentar on Puisi: Hadirkan Seribu Cahaya Mata
Posting Komentar