Kompas.com |
Guru MTs Negeri Sleman, Sekretaris Bidang Penulisan Bahan Ajar Pergumapi
PEMBERLAKUAN Kurikulum 2013 di sekolah “piloting project” saat ini sudah berjalan empat tahun sejak diberlakukan tahun pelajaran 2014/2015. Secara bertahap diikuti sekolah-sekolah lain yang dinyatakan siap. Ditargetkan tahun 2019 semua sekolah sudah menerapkan K-13 dengan segala revisinya.
K-13 hadir dengan konsep pendidikan terpadu yang mengintegrasikan pendidikan akademik dan pendidikan karakter. Kurikulum tersebut memberikan pencerahan pada masalah dangkalnya karakter anak, yang tentu menjadi keprihatinan kita semua. Ini menjadi salah satu solusi mengatasi dekadensi moral anak yang akhir-akhir ini semakin meresahkan.
K-13 dalam silabusnya memberikan porsi khusus pada pendidikan spiritual dan sosial yang tertuang dalam “Kompetensi Inti 1 (KI-1) yaitu Kompetensi Spiritual dan Kompetensi Inti 2 (KI-2) yaitu Kompetensi Sosial”. Hal tersebut bertujuan membentuk anak “baik” dan “pintar”, bukan anak “pintar” tapi “tidak baik”. Pembelajaran anak di sekolah dianggap tuntas jika siswa memiliki nilai “baik” pada kedua kompetensi tersebut. Sebaliknya jika kompetensi spiritual dan sosial anak “kurang”, anak dianggap belum tuntas. Akibatnya anak akan terhambat melanjutkan ke jenjang/kelas berikutnya. Beberapa kasus terjadi anak tidak naik kelas karena nilai sikapnya kurang baik, meskipun nilai akademisnya mencukupi.
Keberhasilan kompetensi spiritual dan sosial pada anak di sekolah terkait erat dengan pendidikan karakter yang ditanamkan dalam keluarga sejak dini. Pendidikan keluarga menjadi dasar anak untuk bersikap, berperilaku dan mengembangkan diri. Pembiasaan dan perilaku orangtua setiap hari secara terus menerus menjadi “guru” yang ampuh serta role-model yang jitu bagi anak. Oleh karena itu, orangtua harus bisa menjadi uswatun hasanah (contoh yang baik) dalam setiap kegiatan sehari-hari. Cukup dengan contoh yang baik, tidak perlu menjelaskan teori yang bertele-tele, itu sudah menjadi pembelajaran yang berharga untuk menyampaikan pesan. Orangtua yang baik akan menjadi pendorong anak memiliki sikap yang baik pula. Tercermin dalam sikap rajin beribadah, berdoa, sopan, patuh kepada orang tua dan guru, sabar, rendah hati, rajin bekerja dan belajar, bekerja sama, saling menyayangi, dan sebagainya.
Selanjutnya kurikulum 2013 yang diterapkan di sekolah mempertajam nilai-nilai spiritual dan sosial yang telah dibawanya dari rumah. Anak yang memiliki bekal cukup dari rumah tak akan mengalami masalah pada ketuntasan kedua kompetensi tersebut.
Oleh karena itu, peran orangtua dalam pendidikan keluarga hendaknya lebih ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. Karena disamping murah dan mudah dilakukan, pendidikan keluarga berlangsung alami dan spontan. Terlebih lagi, orangtua memberikan pembelajaran lebih dari separuh waktu dalam sehari. Ini adalah waktu yang berharga untuk memasukkan nilai-nilai positif sebagai pembiasaan. Nilai-nilai tersebut merasuk ke dalam jiwa anak secara halus tanpa pemaksaan sehingga pembelajaran ini menjadi efektif dan efisien karena berlangsung natural.
Semakin baik strategi orangtua melakukan pendidikan karakter dalam keluarga semakin mudah anak mencapai ketuntasan kompetensi spiritual dan kompetensi sosial dalam pembelajaran di sekolah. Dengan demikian implementasi K-13 terutama pada ranah KI-1 (spiritual) dan KI-2 (sosial) akan lebih mudah dicapai. Tentu hal tersebut sangat mendukung tercapainya tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003, yaitu “Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan keluarga sangat membantu ketuntasan belajar siswa dalam pendidikan di sekolah, terutama pada kompetensi spiritual dan sosial, sekaligus mendukung keberhasilan akademikya. Dan keberhasilan pendidikan siswa di setiap satuan kerja di sekolah tentu akan mendorong terwujudnya tujuan Pendidikan Nasional secara menyeluruh. (*)
Nur Hasanah Rahmawati, S Ag, M.M. adalah pengajar Bahasa Inggris di MTsN 9 Sleman dan Sekretaris Bidang Penulisan Bahan Ajar Perkumpulan Guru Madrasah Penulis (Pergumpi.) Selain itu, dia juga merupakan Instruktur Kurikulum 2013 Daerah Istimewa Yogyakarta, Juara 1 Guru Berprestasi Kemenag 2014, Guru Delegasi Teladan Nasional 2015, serta penerima Satya Lencana Prestasi Pendidikan dari Presiden Joko Widodo tahun 2015.
Thanks for reading Keberhasilan K-13 Berawal dari Keluarga | Tags: Artikel
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »
0 komentar on Keberhasilan K-13 Berawal dari Keluarga
Posting Komentar