Babab.net |
“HUH, benar-benar menyebalkan!” gumamku sambil menyambar tas hitamku yang ada di atas bangku sekolah. Ririn sahabatku dengan sedikit berlari membuntutiku dari belakang.
“Kamu itu kenapa sih Ir, kenapa jadi sewot begitu?” tanya Ririn sambil terus berjalan di belakangku.
Tanpa aku hiraukan pertanyaan dari Ririn aku terus saja berlalu menuju tempat parker di belakang sekolah. Kulaju motorku dan kutinggalkan Ririn yang masih terbengong-bengong dengan sikapku.
Sesampainya di rumah, aku langsung mengunci diri di kamar. Hari ini aku benar-benar sebel. Bagaimana aku tidak sebel, aku, Irma yang terkenal paling cantik, paling pintar, dan paling kaya bisa dikalahkan oleh Zahra yang terkenal paling miskin di sekolah kami.
“Huh, Zahra cewek berkerudung itu mampu mengambil hati teman-temanku, tidak ada yang boleh mengalahkan aku!” gumamku
Beberapa hari ini nilai ulanganku selalu di bawah Zahra dan yang paling aku benci cowok-cowok di sekolahku mulai mendekati Zahra.
Tiba-tiba suara handphoneku berdering. Kulirik handphoneku dan Ririn yang menelfon. Dengan sedikit malas-malasan kuangkat juga telfon dari Ririn.
“Irma, kamu kenapa sich, tolong dong kalau kamu ada masalah cerita ke aku, jangan seperti anak kecil begitu,“ suara Ririn mengiba
“Bagaimana aku tidak sebel Rin, kamu tahu kan siapa aku, bagaimana teman-teman memandangku?” jawabku dengan sedikit emosi
“Iya aku tahu Ir, kamu murid yang paling cantik, paling pintar, paling kaya di kelas XI, terus kenapa kamu jadi sewot begitu?” tanya Ririn
“Rin, kamu tahu Zahra khan? akhir-akhir ini nilai ulangan Zahra selalu di atasku, kamu juga tahu tidak, lagaknya saja sok alim, sok mendakwahi teman-teman untuk sholatlah, pakai kerudunglah, dan yang terakhir ini aku lihat Zahra jalan bareng dengan Rinto cowok gebetanku, apa tidak sebel kalau kamu jadi aku?” jawabku berapi-api.
“Oalah itu to masalahnya, menurutku tidak ada yang perlu dibuat sebel, kalau memang ada teman kita yang lebih baik kenapa mesti sebel?” jawab Ririn seolah-olah membela Zahra
“O... jadi kamu juga membela Zahra, okey kalau begitu, mulai sekarang persahabatan kita putus,” jawabku sambil mematikan handphone.
***
Persahabatanku dengan Ririn bak jarak bumi dengan langit. Tak ada lagi kudengar tawa canda dari Ririn, tak ada lagi chatting dari Ririn. Sejak peristiwa itu, aku berusaha menjauhi Ririn, meski Ririn selalu berusaha mengajakku ngomong atau tersenyum tapi aku berusaha pura-pura tidak menghiraukannya.
Sementara Zahra semakin naik daun di sekolah kami, diam-diam aku mengagumi gadis itu, dia memang cantik apalagi dengan balutan jilbab putih, tampak kelihatan anggun dan mempesona. Pantesan teman-teman banyak yang suka kepadanya, dia ramah, baik dan pintar.
“Irma, boleh aku duduk?” tiba-tiba ada suara mengagetkanku dari belakang.
“E..e..e boleh..” sedikit gugup aku menjawabnya. Ternyata suara Zahra yang telah mengagetkanku, diikuti Ririn di belakang Zahra.
“Irma, nanti sore kamu ada acara tidak?“ tanya Zahra lembut.
“Em… sepertinya tidak, memang ada apa ya?“ jawabku sinis
“Ntar sore kita mau ngadain kajian perdana khusus anak-anak kelas X, di mushola sekolah, kamu bisa datang kan?” sahut Ririn
“Gimana ya?” jawabku sedikit ragu
“Ayolah Ir, sekali ini saja, siapa tahu besok kita sudah tidak berjumpa lagi“ jawab Zahra
“Memang kamu mau kemana?” tanyaku penasaran
“Endak kemana-mana sih, cuman alangkah baiknya kalau kelas kita ngadain kajian rutin, dengan begitu kita akan semakin akrab antara satu dengan yang lainnya, di samping itu kita juga bisa menambah wawasan keagamaan kita,“ jawab Zahra penuh semangat.
“Emm.. bolehlah,“ jawabku mengiyakan.
Obrolan pun berlanjut, Zahra juga berusaha mempersatukan aku dengan Ririn agar kembali seperti dulu, menjadi sahabat dalam suka dan duka.
Diam-diam aku kagum dengan Zahra, padahal selama ini aku begitu membencinya. Dugaanku selama ini ternyata salah, Zahra begitu baik, mungkin selama ini aku terlalu sombong sehingga mengganggap remeh orang lain, dan takut di saingi. Padahal Zahra juga tidak bermaksud menyaingi aku.
***
Sore harinya dengan langkah kaki mantap aku bersiap mengikuti kajian di mushola sekolah. Bi Ginah yang melihatku keluar memakai kerudung tampak kaget memperhatikanku.
“Uih.. uih.. Non Irma cantik sekali, mau ke mana Non, kok tumben?” tanya Bi Ginah.
“Bi Ginah bisa saja, Irma mau ke sekolah Bi, ada kajian, tolong ntar Bi Ginah bilangin mama papa ya kalau sudah pulang,” jawabku sambil berlalu
Segera ku-starter motor kesayanganku dan segera aku meluncur menuju sekolah. Sesampainya di sekolah, teman-teman sudah banyak yang berkumpul, hanya Zahra yang belum kelihatan batang hidungnya.
Akhirnya kajian pun dimulai tanpa Zahra. Segera Mbak Puput, mantan kakak kelas, menyampaikan kajian.
“…Kenapa kita diwajibkan menutup aurat karena dengan menutup aurat di situlah Islam ingin menghormati wanita, wanita lebih terjaga dan tidak akan diganggu oleh laki-laki. Tapi ingat, menutup aurat yang benar adalah yang menutupi dada, pakaian yang tidak tembus pandang, tidak ketat, dan tidak menyerupai pakaian laki-laki.”
Mbak Puput menjelaskan dengan panjang lebar, sebelum akhirnya satpam datang dengan tergopoh-gopoh .
“Maaf, ada kabar dari keluarganya Zahra, kalau Zahra mengalami kecelakaan dan meninggal saat akan mengikuti kajian di mushola ini,“ kata pak satpam sambil bergetar.
Seluruh jamaah kajian tersentak, hening dan akhirnya tangis kami pun pecah. (*)
Siti Rohmiati adalah Guru BK MTs Negeri 1 Sleman serta anggota Perkumpulan Guru Madrasah Penulis (Pergumapi). Tulisan ini disiarkan pertama kali di Majalah Bakti edisi Januari-Februari 2018.
Thanks for reading Cerpen: Sahabat Sejati | Tags: Cerpen
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »
0 komentar on Cerpen: Sahabat Sejati
Posting Komentar