Judul: Tuhan, Maaf, Kami Belum Bersyukur
Penulis: Irja Nasrullah
Penerbit: Mizania, Bandung
Cetakan: I, Februari 2016
Tebal: 212 Halaman
ISBN: 978-602-418-003-4
Manusia adalah makhluk yang diciptakan paling sempurna, maka sewajarnyalah kita mensyukurinya. Namun, sudahkah kita bersyukur? Mengapa kita harus bersyukur?
Irja Nasurallah dalam bukunya mengajak kita untuk merenung, instrospeksi diri guna menjawab dua pertanyaan di atas. Menadaburi alam semesta, serta seluruh ciptaan-Nya, termasuk penciptaan diri kita adalah langkah awal untuk memunculkan kesadaran syukur kepada Yang Mahakuasa.
Hanya Allah yang pantas menerima pujian dan ucapan terima kasih. Mengapa? Dalam buku ini dijelaskan secara rinci alasan mengapa ucapan syukur itu hanya untuk Allah semata (hal 37 -42). Namun sejatinya Allah tidak memerlukan rasa syukur dari manusia, tetapi manusialah yang memerlukannya (hal 14). Syukur adalah kebutuhan manusia, dan siapa saja yang tidak bersyukur, dia telah menzalimi dirinya sendiri. Bagaimana bisa dikatakan kebutuhan? Karena tanpanya, seseorang tidak akan mampu mencapai kebahagiaan dan ketenteraman hidup. Kebahagiaan dan kententeraman merupakan kebutuhan manusia, sejak manusia diciptakan hingga kiamat tiba.
Dalam buku ini disuguhkan kisah seorang yang ditakdirkan lahir tanpa kaki, dan di usia 1,5 tahun kehilangan penglihatannya (hal 28-31). Dengan keterbatasan ini, ternyata tidak menyurutkan keinginan si anak untuk bersekolah. Hingga akhirnya ia menamatkan SMA dan melanjutkan S1. Bahkan melanjutkan program doktoral. Kariernya terus meningkat dengan kondisi tanpa kaki dan buta. Dia adalah Prof. Dr. Zaky Muhammad Ahmad Ustman, salah satu profesor sekaligus ulama masyhur di Universitas Al-Azhar.
Demikian Allah Maha Berkehendak atas takdir hamba-hamba-Nya. Kisah di atas menginspirasi kita untuk selalu meningkatkan kesyukuran atas kondisi apapun yang ditakdirkan pada diri kita. Bagaimanakah cara bersyukur? Buku ini memaparkan syukur yang dilakukan dengan hati, lisan, maupun perbuatan dengan gamblang (hal 119 – 121). Rasa syukur adalah indikasi diterimanya amal ibadah kita.
Dengan membaca buku ini, hati kita akan tergiring untuk selalu syukur nikmat, menjauh dari sifat kufur nikmat.
Anuk Kuswanti
Guru MTs Negeri 1 Bantul, Anggota Perkumpulan Guru Madrasah Penulis
Penulis: Irja Nasrullah
Penerbit: Mizania, Bandung
Cetakan: I, Februari 2016
Tebal: 212 Halaman
ISBN: 978-602-418-003-4
Manusia adalah makhluk yang diciptakan paling sempurna, maka sewajarnyalah kita mensyukurinya. Namun, sudahkah kita bersyukur? Mengapa kita harus bersyukur?
Irja Nasurallah dalam bukunya mengajak kita untuk merenung, instrospeksi diri guna menjawab dua pertanyaan di atas. Menadaburi alam semesta, serta seluruh ciptaan-Nya, termasuk penciptaan diri kita adalah langkah awal untuk memunculkan kesadaran syukur kepada Yang Mahakuasa.
Hanya Allah yang pantas menerima pujian dan ucapan terima kasih. Mengapa? Dalam buku ini dijelaskan secara rinci alasan mengapa ucapan syukur itu hanya untuk Allah semata (hal 37 -42). Namun sejatinya Allah tidak memerlukan rasa syukur dari manusia, tetapi manusialah yang memerlukannya (hal 14). Syukur adalah kebutuhan manusia, dan siapa saja yang tidak bersyukur, dia telah menzalimi dirinya sendiri. Bagaimana bisa dikatakan kebutuhan? Karena tanpanya, seseorang tidak akan mampu mencapai kebahagiaan dan ketenteraman hidup. Kebahagiaan dan kententeraman merupakan kebutuhan manusia, sejak manusia diciptakan hingga kiamat tiba.
Dalam buku ini disuguhkan kisah seorang yang ditakdirkan lahir tanpa kaki, dan di usia 1,5 tahun kehilangan penglihatannya (hal 28-31). Dengan keterbatasan ini, ternyata tidak menyurutkan keinginan si anak untuk bersekolah. Hingga akhirnya ia menamatkan SMA dan melanjutkan S1. Bahkan melanjutkan program doktoral. Kariernya terus meningkat dengan kondisi tanpa kaki dan buta. Dia adalah Prof. Dr. Zaky Muhammad Ahmad Ustman, salah satu profesor sekaligus ulama masyhur di Universitas Al-Azhar.
Demikian Allah Maha Berkehendak atas takdir hamba-hamba-Nya. Kisah di atas menginspirasi kita untuk selalu meningkatkan kesyukuran atas kondisi apapun yang ditakdirkan pada diri kita. Bagaimanakah cara bersyukur? Buku ini memaparkan syukur yang dilakukan dengan hati, lisan, maupun perbuatan dengan gamblang (hal 119 – 121). Rasa syukur adalah indikasi diterimanya amal ibadah kita.
Dengan membaca buku ini, hati kita akan tergiring untuk selalu syukur nikmat, menjauh dari sifat kufur nikmat.
Anuk Kuswanti
Guru MTs Negeri 1 Bantul, Anggota Perkumpulan Guru Madrasah Penulis
Thanks for reading Resensi: Bersyukur adalah Kebutuhan | Tags: Resensi
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »
0 komentar on Resensi: Bersyukur adalah Kebutuhan
Posting Komentar